PEKALONGAN,HarianWAWASAN.com-Alokasi anggaran pelatihan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Desa Wonokerto Wetan, Kecamatan Wonokerto, Kabupaten Pekalongan tahun anggaran 2022 sebesar Rp 35.750.000 menuai sorotan publik. Pasalnya, hingga kini tidak tampak @keberadaan sekretariat BUMDes di sekitar area pusat pemerintahan desa. Sabtu (11/11/2025).
Kucuran anggaran tersebut memunculkan berbagai pertanyaan dari masyarakat terkait pemanfaatan, transparansi, dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa. Seorang warga menyebut, selama ini yang ada di desa hanya bangunan ruko atau gudang untuk Lumbung Desa, bukan BUMDes.
“Sampai sekarang di Wonokerto Wetan tidak ada BUMDes. Yang ada hanya bangunan ruko atau gudang untuk Lumbung Desa,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Desa Wonokerto Wetan, Nazir Aziz, memberikan klarifikasi bahwa sebagian anggaran BUMDes memang telah terserap untuk modal awal. Namun, ia mengaku tidak mengingat secara pasti jumlahnya.
“Terkait anggaran untuk BUMDes, modal awal sudah terserap tetapi saya lupa jumlah pastinya. Peruntukan awalnya untuk modal pengembangan BUMDes di bidang WiFi,” ungkapnya.
Nazir menambahkan, anggaran Rp 35.750.000 yang tercatat pada tahun 2022 digunakan untuk pelatihan bimtek pengelolaan BUMDes serta pembelian snack atau makanan untuk peserta yang hadir.
Ia juga mengakui bahwa hingga saat ini BUMDes Wonokerto Wetan masih dalam proses penyelesaian akta badan hukum. “Saya sudah mendorong pengurusnya untuk segera menyelesaikan legalitas badan hukumnya. Untuk pengelolaan keuangan, ya bendahara BUMDes, karena rekeningnya atas nama BUMDes,” terangnya.
Sorotan Regulasi: BUMDes Wajib Berbadan Hukum
Secara regulasi, penyaluran dana desa ke BUMDes memiliki ketentuan ketat. Setelah terbitnya UU Cipta Kerja serta aturan turunannya—Permendesa PDTT No. 3/2021 dan Permenkumham No. 40/2021—BUMDes wajib berbadan hukum untuk menjamin kepastian hukum, tata kelola usaha, dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana.
BUMDes tanpa status badan hukum yang sah berpotensi menghadapi sejumlah konsekuensi, antara lain:
1. Risiko Penyalahgunaan Wewenang
Pemberian anggaran desa kepada BUMDes yang belum berbadan hukum dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah desa.
2. Potensi Tindak Pidana Korupsi
Kucuran dana tanpa dasar legalitas yang jelas berpotensi menjadi objek penyimpangan anggaran dan dapat menyeret pihak terkait dalam tindak pidana korupsi jika terjadi kerugian negara atau desa.
3. Lemahnya Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan
Dana desa adalah bagian dari keuangan negara yang harus dipertanggungjawabkan secara transparan. Tanpa legalitas badan hukum, akuntabilitas BUMDes menjadi tidak berdasar.
4. Akses Pendanaan Terhambat
Banyak program bantuan pemerintah mewajibkan BUMDes berstatus badan hukum. Tanpa itu, peluang pendanaan resmi menjadi tertutup.
Berpotensi Timbulkan Kerugian Desa
Pengelolaan dana desa yang dikucurkan ke BUMDes tanpa badan hukum tidak hanya berisiko menimbulkan persoalan hukum, tetapi juga dapat berujung pada kerugian keuangan desa. Jika terbukti ada penyimpangan, pihak perorangan yang terlibat dapat dipidana.
Secara prinsip, BUMDes yang sudah menerima anggaran wajib menuntaskan proses legalitas. Menerima dan mengelola dana desa tanpa status badan hukum merupakan tindakan yang sangat berisiko dan dapat berimplikasi hukum serius.(*)

